MATERI BAHASA INDONESIA KELAS XII TEKS NOVEL

 


MERANCANG NOVEL

 

Pada pelajaran sebelumnya Anda sudah mempelajari novel sejarah. Tentu Anda masih ingat bahwa secara hakiki, novel merupakan karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekitarnya serta menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku (KBBI). Biasanya, cerita dalam novel dimulai dari peristiwa atau kejadian terpenting yang dialami oleh tokoh cerita, yang kelak mengubah nasib kehidupannya.

Pada kegiatan belajar kali ini, Anda akan belajar menafsirkan pandangan pengarang terhadap kehidupan dalam novel, mengidentifikasi isi dan unsur kebahasaan novel serta merancang novel. Untuk lebih mudah memahami kompetensi berbahasa, perhatikan peta konsep berikut

 


 

A.   Menafsir Pandangan Pengarang terhadap Kehidupan dalam Novel

Setelah mempelajari materi ini, Anda diharapkan mampu:

·  menentukan maksud pengarang terhadap kehidupan dalam novel;

·  menerangkan maksud pengarang terhadap kehidupan dalam novel.

 

KEGIATAN 1

Menentukan Maksud Pengarang terhadap Kehidupan dalam Novel

Pernahkah Anda membaca sebuah novel? Apa yang Anda dapatkan setelah membaca novel tersebut? Jika kita membaca dengan cermat, novel tersebut biasanya menceritakan kehidupan yang berkaitan dengan latar belakang pengarangnya (sosial, budaya, moral, agama dll).

Latar belakang pengarang novel merupakan salah satu unsur ekstrinsik novel. Unsur ekstrinsik merupakan unsur dari luar yang turut mempengaruhi terciptanya karya sastra. Selain latar belakang pengarang, unsur ekstrinsik meliputi, keadaan masyarakat saat karya itu dibuat, serta sejarah perkembangan karya sastra. Melalui sebuah karya novel, kita kadang secara jelas dapat memperoleh sedikit gambaran tentang biografi pengarangnya. Melalui sebuah novel kita pun dapat memperoleh gambaran tentang budaya dan keadaan masyarakat tertentu saat karya itu dibuat.

Nilai-nilai dalam karya sastra dapat ditemukan melalui unsur ekstrinsik ini. Seringkali dari tema yang sama didapat nilai yang berbeda, tergantung pada unsur ekstrinsik yang menonjol. Berikut nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah novel.

1.    Nilai sosial masyarakat, sifat yang suka memperhatikan kepentingan umum (menolong, menderma, dan lain-lain).

2.    Nilai keagamaan adalah konsep mengenai penghargaan tinggi yang diberikan oleh warga masyarakat pada beberapa masalah pokok dalam kehidupan keagamaan yang bersifat suci sehingga menjadikan pedoman bagi tingkah laku  warga masyarakat bersangkutan. pandangan pengarang itu diakui sebagai nilai-nilai kebenaran olehnya dan ingin disampaikan kepada pembaca melalui karya sastra.

3.    Nilai budaya adalah nilai yang berkaitan dengan pikiran, akal budi, kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat suatu tempat yang  menjadi kebiasaan dan sulit diubah.

4.    Nilai moral (nilai etik) adalah nilai untuk manusia sebagai pribadi yang utuh, misalnya kejujuran; nilai yang berhubungan dengan akhlak; nilai yang berkaitan dengan benar dan salah yang dianut oleh golongan atau masyarakat.

5.    Nilai pendidikan, adalah nilai yang berhubungan dengan pengubahan tingkah laku dari buruk menjadi baik atau berhubungan dengan sesuatu hal yang mempunyai latar belakang pendidikan/pengajaran

6.    Nilai ekonomi adalah nilai yang berkaitan dengan pemanfaatan  dan asas-asas produksi, distribusi, pemakaian barang, dan kekayaan  (keuangan, tenaga, waktu, industri, dan perdagangan).

7.    Nilai filsafat, hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya.

8.    Nilai politik adalah nilai yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya pada perilaku.

Nilai moral dan nilai keagamaan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Pandangan hidup yang berhubungan dengan moral itu bersumber dari nilai keagamaan. Seseorang bisa dikatakan orang bermoral, karena orang itu beragama. Moral lebih dekat hubungannya antara manusia dengan manusia, sedangkan agama hubungannya antara manusia dengan Tuhan.

LATIHAN

Berikut ini disajikan kutipan novel ”Harimau! Harimau!” karya Mochtar Lubis, setelah membaca novel tersebut, Anda harus menentukan nilai-nilai sehingga Anda bisa menemukan pandangan pengarang tehadap novel tersebut.

Baca dengan saksama kutipan novel ”Harimau! Harimau!”  berikut!

 

Harimau! Harimau!”

Karya Mochtar Lubis

 

 

Mereka kemudian telah tiba kembali di tempat mereka bermalam di pinggir anak sungai, senja telah dekat. Dari jauh mereka telah melihat nyala api unggun di depan pondok. Dengan hati yang amat lega, Sanip dan Sutan menurunkan keranjang ke tanah, dan buyung mengembalikan senapan kepada Wak Katok. Talib terlentang di atas tanah di dalam pondok. Di sampingnya terbaring Pak Balam.

Talib masih belum sadar, tetapi luka-lukanya telah diobati dan dibalut oleh Wak Katok dengan kain sarung yang disobek-sobek. Kain sarung yang membalut luka-lukanya, sekeliling dadanya, kedua kakinya, tangannya, basah dengan darah merah. Mukanya pucat sekali, napasnya berat, dan perlahan.

Pak Balam kelihatan juga bertambah panas demamnya. Matanya terbuka memandang ke atas dan sebentar-sebentar suaranya yang lemah dia berkata: ”Akuilah dosa kalian, akuilah dosa kalian. Harimau itu dikirim Tuhan untuk menghukum kita.” Ketika mereka bertanya kepada Wak Katok bagaimana dengan luka-luka Talib, Wak Katok menggelengkan kepalanya dan berkata bahwa ia tak banyak harapan Talib akan dapat selamat.

”Dadanya hancur dicakar, pahanya hancur digigit, sampai terbuka ke tulang. Kalau dia masih dapat sadar, masih untung, ”kata Wak Katok. Tak ubahnya seakan Talib mendengar kata-kata Wak Katok karena ketika itu ia membuka matanya dan bibirnya bergerak seakan hendak berkata. Mereka mendekatkan diri, membungkuk di atas kepalanya hendak mendengarkan apa katanya.

”… Dosa,… Aku berdosa… Mencuri… curiii, ampun Tuhan … La ilaha illl.…” tiba-tiba napasnya berhenti, badannya mengejang, matanya seakan terbalik, dan Talib lalu berhenti hidup. Dia telah mati.

Seorang dari mereka kini telah mati akibat serangan harimau yang menurut Pak Balam dikirim Tuhan untuk menghukum mereka yang berdosa. Mungkinkah Pak Balam benar? Dan harimau itu bukanlah harimau biasa? Akan tetapi harimau yang dikirim oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, harimau gaib, yang datang untuk menghukum mereka? Apa daya mereka terhadapnya selain menyerahkan diri kepada Tuhan? Jika memang telah tersurat bahwa mereka harus mati diterkam harimau di tengah hutan, maka haruslah mereka menerima takdir yang demikian.

Akan tetapi, dalam bawah sadar mereka nafsu hidup tetap nyala dengan kuat. Malam kini, di tengah ancaman yang dahsyat, menyala lebih besar dan kuat lagi. Mereka hendak hidup terus, mereka hendak keluar dari hutan, mereka hendak meninggalkan rimba dengan selamat. Mereka hendak pulang ke kampungnya. Mereka hendak kembali kepada istri dan anaknya. Mereka hendak mencinta kembali. Mereka tak hendak mati diserang harimau yang ganas dan zalim. Bawah sadar mereka berteriak menyuruh mereka berjuang, berkelahi, bertarung untuk mempertahankan hak hidupnya.

”Apa Talib mencuri? Apa yang dicurinya?” kata Pak Haji, memandang kepada Sanip, Buyung, dan Sutan berganti-ganti.

Mereka bertiga berpandangan, dan Buyung cepat menjawab: ”Aku tak tahu apa maksudnya.”

Akan tetapi, di wajah Sanip dan Sutan seakan timbul keraguan, dan ketika Sutan dan Sanip berpandangan, seakan mata Sutan hendak menyampaikan peringatan kepada Sanip, supaya berhati-hati dan jangan mengatakan sesuatu apa.

Akan tetapi, pada saat itu pikiran Pak Balam berada di saat-saat cerah, dan rupanya mendengarkan kata-kata mereka. Karenanya Pak Balam berkata: ”Belum juga kalian sadar dan insyaf. Talib telah mati. Aku akan menyusulnya tak lama lagi. Aku tahu, badanku tak kuat lagi menahan demam ini. Akuilah dosa-dosa kalian, supaya kalian diselamatkan Tuhan. Syukurlah Talib masih sempat mengakui dosanya. Tobatlah!”

Kemudian dia terdiam, demamnya kembali menguasai otaknya, dan matanya yang terbuka memandang kaku jauh melewati pondok, melewati puncak-puncak pohon di pinggiran anak sungai terus sampai ke cakrawala, entah apa yang dilihatnya. Tiba-tiba Sanip berdiri seakan tak kuat lagi menahan dirinya, dan berkata dengan suara yang tegang: ”Tidak Sutan, aku mesti berbicara ....”

Akan tetapi Sutan melompat mendekatinya dan memegang bahunya:

”Jangan, tutup mulutmu, apa gunanya.”

”Tidak,” seru Sanip, suatu cahaya ganjil timbul dalam matanya, seakan sesuatu menyelinap ke dalam dirinya dan memaksakannya untuk berkata, dan ini diinsyafi oleh Sutan yang berkata kepadanyadengan suara tegang penuh desakan.

”Jangan, ingat sumpahmu ….!”

Akan tetapi Sanip tak lagi dapat menahan dirinya, dan berseru:

”Memang kami berdosa, kami … Talib, aku dan ketika ia baru sampai berbicara di sana, Sutan berkuat pegangannya di bahu Sanip, dan dengan suara yang keras berkata:

”Sanip!”

Akan tetapi Sanip melepaskan pegangan Sutan dari bahunya, dan berpaling kepada yang lain. Sutan bertekad untuk menghentikan Sanip, dan dia melangkah mendekati Sanip, dan kemudian dengan gerakan tangan dan kaki yang cepat dia menjatuhkan Sanip ke atas tanah. Sanip membela diri dan menghela Sutan jatuh ke tanah. Di tanah mereka berdua bergumul.

Dengan susah payah yang lain menceraikan mereka. Selama itu terjadi Wak Katok duduk saja diam-diam memegang senapannya. Setelah mereka dilerai, Buyung memegang Sutan, dan Pak Haji memegang Sanip, dan Pak Haji berkata: ”Sabar, sabarlah, mengapa kita dengan kita berkelahi, sedang kita semua dalam bahaya besar? Mengapa kalian berkelahi sebenarnya?”

”Aku hendak mengakui dosa-dosaku,” kata Sanip dengan napas terengah-engah, ”Biarlah Sutan marah karena aku melanggar janji atau sumpah. Namun aku tak tahan lagi. Karena aku juga, maka Talib telah jadi korban harimau. Kami bertiga, Talib, Sutan, dan aku, enam bulan yang lalu yang mencuri empat ekor kerbau Haji Serdang di kampung Kerambi…” dan dia melihat kepada Sutan, siap untuk mempertahankan dirinya, jika Sutan menyerangnya kembali. Akan tetapi Sutan seakan kini tak peduli lagi terhadap apa yang hendak dikatakan oleh Sanip. Dia duduk di tanah, dadanya turun naik, karena napasnya masih kencang, dan dia hanya melihat saja ke tanah.

”Kami bertiga mencurinya malam-malam dan ketika penjaga kerbau mengetahui pekerjaan kami, maka Talib yang menikamnya hingga dia rubuh. Dia tak mengenal kami, dan kami berhasil melarikan kerbau dan menjual dagingnya ke kota. Penjaga kerbau tak mati. Itulah dosa kami bertiga, tapi Sutan tak suka aku ceritakan.” ”Apa lagi dosa-dosaku…” Sanip tertegun, dalam hatinya teringat pada rahasianya.

Dia terkejut mendengar Wak Katok, yang berkata dengan suara keras dan tajam:”Sanip, berbicaralah! Aku sebagai pemimpin rombongan berkewajiban untuk menyelamatkan diri kita semuanya. Menurut renunganku harimau itu harimau biasa, akan tetapi mungkin pula harimau siluman seperti yang dikatakan Pak Balam. Kita tak boleh lebih memarahkannya. Baik-baiklah engkau mengaku terus terang dosa-dosamu, dan minta ampun kepada Tuhan.”

”Akan tetapi,” kata Sanip, yang masih mencoba untuk mengelakkan diri dari keharusan menelanjangi dirinya, ”apakah aku sendiri yang berdosa? Mengapa aku sendiri yang harus mengakui dosa-dosaku?

Bukankah aku telah mengakui dosaku mencuri kerbau?”

”Semuanya, semua dosamu harus engkau akui,” terdengar suara Pak Balam yang lemah, yang mendengarkan percakapan mereka. Sanip terdiam, enggan benar hatinya hendak mulai. Sedangkan mengakui dosa-dosanya dalam hati sendiri sudah amat susah, bagaimana akan mengakuinya di hadapan orang lain, meskipun kawannya sendiri.

”Yang lain pun akan mengakui dosa-dosanya,” kata Wak Katok, suaranya keras dan tajam. ”Jika perlu aku paksa dengan ini,” dan dia menggerakkan senapannya.

Buyung terkejut.

”Setelah Sanip lalu Sutan, kemudian Buyung, dan kemudian Pak Haji. Dosa-dosaku telah kalian dengar diceritakan oleh Pak Balam,” katanya dengan suara yang pahit. ”Semuanya kita membersihkan diri, dan minta ampun kepada Tuhan. Moga-moga si Nenek akan pergi meninggalkan kita. Ayo, mulailah, Sanip.Tak banyak waktu tinggal. Sebentar lagi malam tiba dan dalam gelap entah apa yang akan terjadi.”

Dalam hatinya Buyung mengambil tekad tidak akan diceritakan apa yang terjadi antara dirinya dengan Siti Rubiyah, biarlah dia mati, ditembak oleh Wak Katok atau diterkam harimau sama saja. Orang mati hanya sekali, pikirnya, tetapi noda yang tergores di kening dibawa seumur hidup!

Daya Sanip menguasai dirinya patah dibawah ancaman Wak Katok. Dia lalu bercerita. Semuanya diceritakannya. Tak ada satu pun yang ditahan-tahannya. Dan dalam bercerita mulai pula terasa kelegaan dalam hatinya. Akhirnya dia pun terlepas pula dari tekanan dosa-dosa yang selama ini melekat di jiwanya.

Buyung mendengarkan dengan penuh takjub. Berbagai perasaan timbul dalam hatinya. Perasaan marah, kecewa, kesal, jijik. Mungkinkah Sanip bercerita sekarang adalah Sanip kawannya selama ini? Sanip yang periang, Sanip yang termasuk orang baik-baik di kampung yang dihormati, disayangi, dan dipercaya selama ini? Ternyata dia seorang tukang berzinah, seorang pencuri, seorang pendusta?

”Sekarang engkau, Sutan,” kata Wak Katok.

Namun Sutan duduk saja di tanah, kepalanya menunduk ke tanah, dan dia tak bergerak, seakan tak mendengar kata Wak Katok.

”Sutan!” kata Wak Katok dengan suara yang lebih keras.

Sutan diam juga, tak bergerak-gerak.

”Baiklah, cukuplah Sanip malam ini, kalian masih terkejut, masih ketakutan dan risau pikiran dan hati,” kata Wak Katok kemudian.

”Tetapi esok pagi kalian mengakui dosa-dosa kalian semuanya.”

Tak seorang juga hendak makan kemudian, setelah mereka sembahyang magrib. Sembahyang pun mereka dikawal mula-mula oleh Wak Katok, dan kemudian Wak Katok yang sembahyang, sedang Buyung berjaga-jaga memegang senapan.

Malam itu tak seorang pun dapat tidur. Mereka selalu ingat pada perkataan Wak Katok: ”Esok pagi kita kuburkan Talib.’Dan sepanjang malam mereka duduk mengelilingi Talib, mendoa, dan membaca ayat-ayat Quran. Buyung teringat akan istri dan anakanak Talib di kampung. Bagaimana nanti menerima kabar kematiannya. Akan heboh besar di kampung, jika mereka pulang… Dan di luar lingkaran cahaya di dalam gelap rimba belantara, mereka seakan merasakan kehadiran harimau yang ganas, yang mondar-mandir, menunggu kesempatan dengan tak sabar. Di telinga mereka seakan masih terdengar bunyi aumannya yang dahsyat dan pekik Talib. Kini hati mereka bertambah susah lagi dari kemarin malam.

Kini ancaman terasa lebih dekat dan lebih dahsyat. Dan rasa tak berdaya tambah terasa. Seakan pegangan tangan dan jari-jari es yang sejuk meremas-remas hati mereka. Di dalam setiap kegelapan, di belakang setiap daun, di belakang setiap pohon, di belakang setiap dahan, dan di belakang setiap bunyi mereka seakan mendengar bunyi tapak harimau yang melangkah dengan halus dan hati-hati mendekati, mendekati, mendekati, mendekati ….

 

Setelah Anda membaca Novel Harimau! Harimau! Tuliskan nilai-nilai yang terkandung dalam kutipan novel tersebut pada tabel berikut!

No.

Nilai-nilai Novel

Bukti Kalimat dan Penjelasan

1

Sosial

Bukti kalimat : Talib masih belum sadar, tetapi luka-lukanya telah diobati dan dibalut oleh Wak Katok dengan kain sarung yang disobek-sobek.

Penjelasan : Wak Katok memberikan pertolongan kepada  Talib yang sedang terluka

2

Budaya

 

 

 

 

 

3

Agama 

 

 

 

 

 

4

Moral

 

 

 

 

 

5

Pendidikan

 

 

 

 

 

dst

……………….

 

 

Berdasarkan hasil kerja mengidentifikasi nilai-nilai novel tersebut, tentukan maksud pengarang dalam kehidupan novel Harimau! Harimau! Karya Mochtar Lubis tersebut!

Tuliskan pendapat Anda pada kolom berikut!

 

1.    ……………………………………………………………………………………

2.    ……………………………………………………………………………………

3.    ……………………………………………………………………………………

4.    ……………………………………………………………………………………

5.    ……………………………………………………………………………………

6.    ……………………………………………………………………………………

7.    ……………………………………………………………………………………

8.    ……………………………………………………………………………………

9.    ……………………………………………………………………………………

10. ……………………………………………………………………………………

 

KEGIATAN 2

Menerangkan Maksud Pengarang terhadap Kehidupan dalam Novel

Pada kegiatan kali ini, Anda akan belajar untuk menyampaikan pendapat mengenai maksud pengarang terhadap kehidupan dalam novel Harimau! Harimau!. Untuk menambah pengetahuan tentang keseharian penulis novel Harimau! Harimau!  Anda diperkenankan untuk membaca biografi dari penulis novel tersebut.


 

LATIHAN

Pada latihan sebelumnya Anda sudah menemukan maksud pengarang dalam kehidupan novel.  Berdasarkan temuan-temuan tersebut Uraikan maksud pengarang dalam kehidupan novel tersebut menjadi beberapa paragraf, Anda dapat menuliskan pada kolom berikut!

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

 


 

B.   Menganalisis Isi dan Kebahasaan Novel

Setelah mempelajari materi ini, Anda diharapkan mampu:

·  menganalisis isi novel berdasarkan unsur intrinsic;

·  menganalisis unsur kebahasaan novel

 

Pada pembahasan kali ini, Anda akan belajar tentang isi dan kebahasan dengan cara menganalisis novel berdasarkan unsur-unsur intrinsik. Berikut ini uraian tentang unsur-unsur intrinsik.

1. Tema

Menurut Scharbach dalam Aminuddin (1987:91), tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Lebih lanjut Brooks berpendapat seperti yang dikutip Aminudddin (1987:72), bahwa dalam mengapresiasi suatu cerita, apresiator harus memahami ilmu humanitas, karena tema sebenarnya merupakan pendalaman dan hasil kontemplasi pengarang yang berkaitan dengan masalah kemanusian serta masalah lain yang bersifat universal.

Tema sebagaimana pendapat Sudjiman (1988:51) merupakan sebuah gagasan yang mendasari karya sastra. Tema kadang-kadang di dukung oleh pelukisan latar, dalam karya yang lain tersirat dalam lakukan tokoh, atau dalam penokohan. Tema bahkan menjadi faktor yang mengikat peristiwa-peristiwa dalam satu alur.

Tema sebagaimana pendapat-pendapat di atas merupakan pemikiran pusat yang inklusif di dalam sebuah cerita (karya sastra). Kedudukannya menyebar pada keseluruhan unsur-unsur signifikan karya sastra. Tema tersebut ada yang dinyatakan dengan jelas, ada pula yang dinyatakan secara simbolik atau tersembunyi (Scharbach, 1963:273). Aminuddin (1987:92) merinci upaya pemahaman tema sebagai berikut:

1)       Memahami setting dalam prosa fiksi yang dibaca

2)       Memahami penokohan atau perwatakan para pelaku dalam prosa fiksi yang dibaca.

3)       Memahami satuan peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa dalam prosa fiksi yang dibaca.

4)       Memahami plot atau alur cerita dalam prosa fiksi yang dibaca.

5)       Menghubungkan pokok pikiran-pokok pikiran yang satu dengan yang lainnya yang disimpulkan dari satu-satuan peristiwa yang terpapar dalam suatu cerita.

6)       Menentukan sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkan.

7)       Mengidentifikasikan tujuan pengarang memaparkan ceritanya dengan bertolak dari satuan pokok pikiran serta sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkannya.

8)       Menafsirkan tema dalam cerita yang dibaca serta menyimpulkannya dalam satu dua kalimat yang diharapkan merupakan ide dasar cerita yang dipaparkan.

Selain upaya pemahaman tema seperti di atas, untuk memahami tema, seorang pembaca perlu juga memahami latar belakang kehidupan yang diungkapkan pengarang lewat prosa fiksi yang merupakan usaha pengarang dalam memahami keseluruhan masalah kehidupan yang berhubungan dengan keberadaan seorang individu maupun dalam hubungan antara individu dengan kelompok masyarakatnya.

2.    Tokoh / Penokohan

Tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan (Panuti Sudjiman, 1988:16).

Tokoh merupakan bagian atau unsur dari suatu kebutuhan artistik yaitu karya sastra yang harus selalu menunjang kebutuhan artistik itu, Kennye dalam (Panuti Sudjiman,1966:25).

Penokohan dalam cerita rekaan dapat diklasifikasikan melalui jenis tokoh, kualitas tokoh, bentuk watak dan cara penampilannya. Menurut jenisnya ada tokoh utama dan tokoh bawahan. Yang dimaksud dengan tokoh utama ialah tokoh yang aktif pada setiap peristiwa, sedangkan tokoh utama dalam peristiwa tertentu (Stanton, 1965:17).

Ditinjau dari kualitas tokoh, ada tokoh yang berbentuk datar dan tokoh yang berbentuk bulat. Adapun tokoh yang berbentuk datar ialah tokoh yang tidak memiliki variasi perkembangan jiwa, karena sudah mempunyai dimensi yang tetap, sedangkan tokoh yang berbentuk bulat ialah tokoh yang memiliki variasi perkembangan jiwa yang dinamis sesuai dengan lingkungan peristiwa yang terjadi. Biasanya tokoh yang berbentuk datar itu pada dasarnya sama dengan tokoh tipologis, dan tokoh yang berbentuk built disebut tokoh psikologis. Dengan demikian tokoh tipologis juga berarti tokoh yang tidak banyak mempersoalkan perkembangan jiwa atau tidak mengalami konflik psikis, karena sudah mempunyai personalitas yang mapan. Sedangkan tokoh psikologis adalah tokoh yang tidak memiliki persoanlitas yang mapan dan selalu dinamis (Kuntowijaya dalam Pradopo dkk, 11984:91).

Jika dilihat dari cara menampilkan tokohnya ada yang ditampilkan dengan cara analitik dan dramatik. Penampilan secara anlitik adalah pengarang langsung memaparkan karakter tokoh, misalnya disebutkan keras hati, keras kepala, penyayang dan sebagainya. Sedangkan penampilan yang dramatik, karakter tokohnya tidak digambarkan secara langsung, melainkan disampaikan melalui; (1) pilihan nama tokoh, (2) penggambaran fisik atau postur tubuh, dan (3) melalui dialog (Atar Semi, 1984:31-32).

Sering dapat diketahui bahwa cara pengarang menggambarkan atau memunculkan tokohnya dengan berbagi cara. Mungkin cara pengarang menampilkan tokoh sebagai pelaku yang hanya di alam mimpi, pelaku memiliki semangat perjuangan dalam mempertahankan hidupnya, pelaku memiliki cara yang sesuai dengan kehidupan manusia yang sebenarnya, maupun pelaku egois, kacau dan mementingkan diri sendiri (Bouton dalam Aminuddin, 1984).

Penyajian watak tokoh yang dihadirkan pengarang tentunya melahirkan karakter yang berbeda-beda pula, antara tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Cara mengungkapkan sebuah karakter dapat dilakukan melalui pernyataan langsung, melalui peristiwa, melalui percakapan, melalui menolong batin, melalui tanggapan atas pernyataan atau perbuatan dari tokoh-tokoh lain dan melalui kiasan atau sindiran. Suatu karakter mestinya harus ditampilkan dalam suatu pertalian yang kuat, sehingga dapat membentuk kesatuan kesan dan pengertian tentang personalitas individualnya. Artinya, tindak-tindak tokoh tersebut didasarkan suatu motivasi atau alasan-alasan yang dapat diterima atau setidak-tidaknya dapat dipahami mengapa dia berbuat dan bertindak demikian (Atar Semi, 1988:37-38). Penokohan atau perwatakan adalah pelukisan tokoh cerita, baik keadaan lahir maupun batinnya termasuk keyakinannya, pandangan hidupnya, adat-istiadat, dan sebagainya. Yang diangkat pengarang dalam karyanya adalah manusia dan kehidupannya. Oleh karena itu, penokohan merupakan unsur cerita yang sangat penting. Melalui penokohan, cerita menjadi lebih nyata dalam angan pembaca.

Ada tiga cara yang digunakan pengarang untuk melukiskan watak tokoh cerita, yaitu dengan cara langsung, tidak langsung, dan kontekstual. Pada pelukisan secara langsung, pengarang langsung melukiskan keadaan dan sifat si tokoh, misalnya cerewet, nakal, jelek, baik, atau berkulit hitam. Sebaliknya, pada pelukisan watak secara tidak langsung, pengarang secara tersamar memberitahukan keadaan tokoh cerita.

Watak tokoh dapat disimpulkan dari pikiran, cakapan, dan tingkah laku tokoh, bahkan dari penampilannya. Watak tokoh juga dapat disimpulkan melalui tokoh lain yang menceritakan secara tidak langsung. Pada Pelukisan kontekstual, watak tokoh dapat disimpulkan dari bahasa yang digunakan pengarang untuk mengacu kepada tokoh.

3.    Alur / Plot

Pengertian alur dalam cerita pendek atau dalam karya fiksi pada umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa, sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita (Aminuddin, 1987:83).

Alur atau plot adalah rentetan peristiwa yang membentuk struktur cerita, dimana peristiwa tersebut sambung sinambung berdasarkan hukum sebab-akibat (Forster, 1971:93).

Alur adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi (Atar Semi, 1988:43-46). Alur merupakan kerangka dasar yang amat penting. Alur mengatur bagaimana tindakan-tindakan harus bertalian satu sama lain, bagaimana satu peristiwa mempunyai hubungan dengan peristiwa lain, bagaimana tokoh digambarkan dan berperan dalam peristiwa itu yang semuanya terikat dalam suatu kesatuan waktu.

Urutan peristiwa dalam karya sastra belum tentu merupakan peristiwa yang telah dihayati sepenuhnya oleh pengarang, akan tetapi mungkin hanya berasal dari daya imajinasi. Begitu pula urutan peristiwa itu jumlahnya belum tentu sama dengan pengalaman yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, urutan peristiwa yang demikian tidak lain hanyalah dimaksudkan untuk mendekatkan pada masalah yang dikerjakan terhadap tujuan dalam karya sastra.

Sehubungan dengan penjelasan tersebut di atas menurut tasrif ada lima hal yang perlu diperhatikan pengarang dalam membangun cerita, yaitu :(1) situation, yakni pengarang mulai melukiskan suatu keadaan, (2) generating circumstances, yaitu peristiwa yang bersangkutan-paut, (3) ricing action, keadaan mulai memuncak, (4) climax, yaiut peristiwa mencapai puncak, dan (5) document, yaitu pengarang telah memberikan pemecahan persoalan dari semua peristiwa.

Dari kelima bagian tersebut jika diterapkan oleh pengarang secara berurutan no 1-5, maka disebut sebagai alur lurus (progresif), sedangkan apabila penerapan itu dimulai dari tengah atau belakang disebut sebagai alur balik (regresif).

Di samping kedua bentuk alur tersebut, ada pula alur yang disebut alur gabungan. Dalam alur ini dipergunakan sebagian alur lurus dan sebagian lagi alur sorot balik. Meskipun demikian gabungan dua alur itu juga dijalin dalam kesatuan yang padu, sehingga tidak menimbulkan kesan adanya dua buah cerita atau peristiwa yang terpisah, baik waktu atau pun tempat kejadiannya (Suharianto, 1982:29).

Ditinjau dari padu tidaknya alur dalam sebuah cerita, maka alur dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni alur rapat dan alur renggang. Dalam alur rapat hanya tersaji adanya pengembangan cerita pada satu tokoh saja, sehingga tidak timbul pencabangan cerita, akan tetapi apabila ada pengembangan tokoh lain selain tokoh utama, maka terjadilah alur renggang atau terjadi pencabangan cerita.

Dari beberapa batasan di atas jelas masing-masing alur mempunyai keistimewaan sendiri. Alur lurus dapat memberikan kemudahan bagi pembaca untuk menikmati cerita dari awal sampai akhir cerita. Akan tetapi lain halnya dengan alur sorot balik (flash back). Alur ini dapat mengejutkan pembaca, sehingga pembaca dibayangi pertanyaan apa yang terjadi selanjutnya dan bermaksud apa pengarang menyajikan kejutan seperti itu. Dengan demikian pembaca merasa terbius untuk membacanya sampai tuntas.

Dikatakan alur yang berhasil, jika alur yang mampu menggiring pembaca menyelusuri cerita secara keseluruhan, tidak ada bagian yang tidak ditinggalkan yang dianggap tidak penting.

4.    Latar/Setting

Menurut pendapat Aminuddin (1987:67), yang dimaksud dengan setting/latar adalah latar peristiwa dalam karya fiksi baik berupa tempat, waktu maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis. Lebih lanjut Leo Hamalian dan Frederick R. Karel menjelaskan bahwa setting dalam karya fiksi bukan hanya berupa tempat, waktu, peristiwa, suasana serta benda-benda dalam lingkungan tertentu, melainkan juga dapat berupa suasana yang berhubungan dengan sikap, jalan pikiran, prasangka maupun gaya hidup suatu masyarakat dalam menanggapi suatu problema tertentu. Setting dalam bentuk terakhir ini dapat dimasukkan ke dalam setting yang bersifat psikologis (Aminuddin, 1987:68).

Secara rinci Tarigan (1986:136) menjelaskan beberapa maksud dan tujuan pelukisan latar sebagai berikut :

1)       Latar yang dapat dengan mudah dikenal kembali dan dilukiskan dengan terang dan jelas serta mudah diingat, biasanya cenderung untuk memperbesar keyakinan terhadap tokoh dan gerak serta tindakannya.

2)       Latar suatu cerita dapat mempunyai relasi yang lebih langsung dengan arti keseluruhan dan arti umum dari suatu cerita.

3)       Latar mempunyai maksud-maksud tertentu yang mengarah pada penciptaan atmosfir yang bermanfaat dan berguna.

Selain menjelaskan fungsi latar sebagai penggambaran tempat (ruang) dan waktu, latar juga sangat erat hubungannya dengan tokoh-tokoh cerita, karena tentangnya dapat mengekspresikan watak pelaku (Wellek, 1962:221). Penggambaran latar yang tepat akan mampu memberikan suasana tertentu dan membuat cerita lebih hidup. Dengan adanya penggambaran latar tersebut segala peristiwa, keadaan dan suasana yang dilakukan oleh para tokoh dapat dirasakan oleh pembaca.

5.    Sudut Pandang/Point of view

Cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya disebut sudut pandang, atau biasa diistilahkan dengan point of view (Aminuddin, 1987:90). Pendapat tersebut dipertegas oleh Atar Semi (1988:51) yang menyebutkan istilah sudut pandang, atau point of view dengan istilah pusat pengisahan, yakni posisi dan penobatan diri pengarang dalam ceritanya, atau dari mana pengarang melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam cerita itu.

Sudut pandang membedakan kepada pembaca, siapa menceritakan cerita, dan menentukan struktur gramatikal naratif. Siapa yang menceritakan cerita adalah sangat penting, dalam menentukan apa dalam cerita, pencerita yang berbeda akan melihat benda-benda secara berbeda pula (Montaqua dan Henshaw, 1966:9).

Lebih lanjut Atar Semi (1988:57-58) menegaskan bahwa titik kisah merupakan posisi dan penempatan pengarang dalam ceritanya. Ia membedakan titik kisah menjadi empat jenis yang meliputi : (1) pengarang sebagai tokoh, (2) pengarang sebagai tokoh sampingan, (3) pengarang sebagai orang ketiga, (4) pengarang sebagai pemain dan narator.

6.    Amanat

Amanat dalam suatu karya sastra adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar. Pesan dalam novel disampaikan secara tersirat atau secara tersurat.

7.    Gaya

Gaya adalah cara pengarang menampilkannya dengan menggunakan media bahasa yang indah, harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca (Aminuddin, 1987:72). Hal demikian tercermin dalam cara pengarang menyusun dan memilih kata-kata, tema dan dalam memandang tema atau persoalan, tercermin dalam pribadi pengarangnya. Oleh Karena itu unsur cerita sebagaimana tersebut di muka baru dapat sempurna apabila disampaikan dengan gaya tertentu pula, karena gaya dalam karya sastra adalah bahasa yang dipergunakan oleh pengarang (Suhariyanto, 1982:37).

Sehubungan dengan pembahasan ini pemberian gaya akan ditinjau melalui dua sudut, yaitu gaya bahasa dan gaya bercerita, karena pengertian gaya umumnya dapat dirumuskan sebagai cara pengarang menggambarkan cerita agar cerita lebih menarik dan berkesan. Hal tersebut erat kaitannya dengan kemampuan pengarang dalam penulisan cerita dengan penggunaan bahasa, karena cerita pada dasarnya bermediakan bahasa.

1)    Gaya Bahasa

Dalam persoalan gaya bahasa meliputi semua herarhi kebahasaan yaitu pilihan kata secara individual, frase, klausa, kalimat dan mencakup pula sebuah wacana secara keseluruhan (Keraf, 1984:112).

Pengembangan bahasa melalui sastra dikatakan bersifat pribadi karena sastra itu sendiri merupakan kegiatan yang pribadi dan perorangan, ia merupakan pengungkapan apa-apa yang menjadi pilihan pribadinya, hasil seorang sastrawan melihat lingkungannya dan memandang ke dalam dirinya.

Atar Semi (1988:49) menyatakan bahwa gaya bahasa yang digunakan oleh sastrawan, meskipun tidaklah terlalu luar biasa, adalah unik, karena selain dekat dengan watak jiwa penyair; juga membuat bahasa yang digunakannya berbeda dengan makna dan kemesraannya. Dengan gaya tertentu seorang pengarang dapat mengekalkan pengalaman rohaninya dan penglihatan batinnya, serta dengan itu pula ia menyentuh dan menggelitik hati pembacanya. Karena gaya bahasa itu berasal dari batin seorang pengarang, maka gaya bahasa yang digunakan oleh seorang pengarang dalam karyanya secara tidak langsung menggambarkan sikap dan karakteristik pengarang tersebut.

Sedangkan Muchin Ahmadi, dkk (1984:7) mendifinisikan gaya bahasa sebagai kenyataan penggunaan bahasa (phenomena) yang istimewa dan tidak dapat dipisahkan dari cara-cara atau teknik seorang pengarang dalam merefleksikan pengalaman, bidikan, nilai-nilai kualitas, kesadaran pikiran dan pandangannya yang istimewa. Secara tentatif tetapi praktis gaya bahasa dapat dibatasi pengertian dasarnya sebagai suatu pengaturan kata-kata dan kalimat-kalimat yang paling mengekspresikan tema, ide, gagasan dan perasaan serta pengalaman pengarang. Secara garis besar gaya bahasa dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu : (1) gaya bahasa perasosiasian pikiran, dan (2) gaya bahasa penegasan, penekanan dan penguatan.

2)    Gaya Bercerita

Pada dasarnya gaya bercerita juga berperan penting bagi pengarang untuk menulis cerita, di samping gaya bahasa yang dipergunakannya, karena pengertian gaya cerita atau gaya bahasa pada umumnya dapat dijelaskan sebagai salah satu metode pengarang dalam melukiskan cerita, sehingga cerita dapat menarik bagi pembaca.

Dalam penulisan cerita, biasanya setiap pengarang mempunyai gaya yang lain daripada yang lain. Pengarang biasa memperhatikan latar tepat atau waktu sebagai pembuka atau penutup cerita, akan tetapi ada pula yang menekankan pada tokoh atau penokohannya. Oleh karena cerita bermediakan bahasa, maka gaya bercerita erat kaitannya dengan bentuk cerita yang ditumpukan dalam bentuk frase, kata, kalimat bahkan paragraf, sehingga semuanya membentuk struktur wacana cerita (Ihsan, 1990:63).

KEGIATAN 1

Menganalisis isi novel berdasarkan unsur intrinsik

Setelah membaca memahami tentang unsur intrinsik novel, Anda diharapkan mampu menganalisis kutipan novel berdasarkan unsur-unsur intrinsinya.

Bacalah dengan saksama kutipan novel berikut untuk mengetahui isi novel berdasarkan unsur intrinsiknya!

 

Laskar Pelangi

Karya Andre Hirata

 

Aku pernah membaca kisah tentang wanita yang membelah batu karang untuk mengalirkan air, wanita yang menenggelamkan diri belasan tahun sendirian di tengah rimba untuk menyelamatkan beberapa keluarga orang utan, atau wanita yang berani mengambil risiko tertular virus ganas demi menyembuhkan penyakit seorang ank yang sama sekali tak dikenalnya nun jauh di Somalia.

Di sekolah Muhammadiyah setiap hari aku membaca keberanian berkobar semacam itu di wajah wanita muda ini. N.A. Muslimah Hafsari Hamid binti K.A. Abdul Hamid,  atau kami memanggilnya Bu Mus, hanya memiliki selembar ijazah SKP (Sekolah Kepandaian Putri), namun beliau bertekad melanjutkan cita-cita ayahnya K.A Abdul Hamid, pelopor sekolah Muhammadiyah di Belitong untuk terus mengobarkan pendidikan Islam.

Tekad itu memberinya kesulitan hidup yang tak terkira, karena kami kekurangan guru, lagi pula diapa yang rela diupah beras 15 kilo setiap bulan? Maka selama enam tahun di SD Muhammadiyah, beliau sendiri yang mengajar semua mata pelajaran, mulai dariMenulis Indah, Bahasa Indonesia, Kewarganegaraan, Ilmu Bumi, sampai Matematika, Geografi, Prakarya, dan Praktik Olahraga. Setelah seharian mengajar, beliau melanjutkan bekerrja menerima jahitan sampai jauh malam untuk mencari nafkah, menopang hidup dirinya dan adik-adiknya.

Bu Mus adalah seorang guru yang pandai, karismatik, dan memiliki pandangan jauh ke depan. Beliau menyusun sendiri silabus pelajaran Budi Pekerti dan mengajarkan kepada kami sejak dini, pandangan – pandangan dasar moral, demokrasi, hukum, keadilan, dan hak-hak asasi jauh hari sebelum orang-orang sekarang meributkan soal materialism versus pembangunan spiritual dalam pendidikan. Dasar-dasar moral itu menuntun kami membuat konstruksi imajiner nilai-nilai integritas pribadi dalam konteks Islam. Kami diajarkan menggali nilai luhur di dalam diri sendiri agar berperilaku baik karena kesadaran pribadi. Materi Pelajaran Budi Pekerti yang diajarkan di sekolah Muhammadiyah sama sekali tidak seperti kode perilaku formal yang ada dalam konteks legalitas institusi seperti sapta prasetya atau pedoman-pedoman pengalaman lainnya.

“Shalatlah tepat waktu, biar dapat pahala lebih banyak,” demikian Bu Mus selalu menasihati kami. Bukankah ini kata-kata yang diilhami surah An-Nisa dan telah diucapkan ratusan kali oleh puluhan khatib? Seringkali dianggap sambil lalu saja oleh umat. Tai jika yang mengucapkan Bu Mus kata-kata itu demikian berbeda, begitu sakti, berdengung-dengung di dalam kalbu. Yang terasa kemudian adalah penyesalan mengapa terlambat shalat.

Pada kesempatan lain, karena masih kecil tentu saja, kami sering mengeluh mengapa kami tak seperti sekolah-sekolah lain. Terutama atap sekolah yang bocor dan menyusahkan saat musim hujan. beliau tak menanggapi keluhan itu tapi mengeluarkan sebuah buku berbahasa belanda dan memperlihatkan sebuah gambar.

Gambar itu adalah sebuah ruangan yang sempit, dikelilingi tembok tebal yang suram, tinggi, gelap, dan berjeruji. Kesan di dalamnya begitu pengap, angker, penuh kekerasan dan kesedihan. “inilah sel Pak Karno di sebuah penjara di Bandung, di sini beliau menjalani hukuman dan setiap hari belajar, setiap waktu membaca buku. Beliau adalah salah satu orang tercerdas yang pernah dimiliki bangsa ini.

Beliau tak melanjutkan ceritanya…

Kami tersihir dalam senyap. Muali saat itu kami tak pernah lagi memprotes keadaan sekolah kami. Pernah suatu ketika hujan turun amat lebat, petir sambar menyambar. Trapani dan Mahar memakai terindak topi kerucut dari daun lais khas tentara Vietkong, untuk melindungi jambul mereka. Kucai, Borek dan Sahara memakai jas hujan kuning bergambar gerigi metal besar di punggungnnya dengan tulisan “UPT Bel” (Unit Penambangan Timah Belitong) jas hujan jatah PN timah milik bapaknya. Kami sisanya hampir basah kuyup. Tapi sehari pun kami tak pernah bolos, dan kami tak pernah mengeluh, tidak, sedikit pun kami tak mengeluh.

Bagi kami Pak Harfan dan Bu Mus adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang sesungguhnya. Merekalah mentor, penjaga, sahabat, pengajar, dan guru spiritual. Mereka yang pertama menjelaskan secara gambling implikasi amar makruf nahi mungkar sebagai pegangan moral kami sepanjang hayat. Mereka mengajari kami membuat rumah-rumahan dari perdu apit-apit, mengusap luka-luka di kaki kami, membimbing kami cara mengambil wudu, melongok ke dalam sarung kami ketika disunat, mengajari kami doa sebelum tidur, memompa ban sepeda kami, dan kadang-kadang membuatkan kami air jeruk sambal.

Mereka adalah ksatria tanpa pamrih, pangeran keihlasan, dan sumur jernih ilmu pengetahuan di lading yang ditinggalkan. Sumbangan mereka laksana manfaat yang diberikan pohon filicium yang menaungi atap kelas kami. Pohon ini meneduhi kami dan dialah saksi seluruh drama ini. Seperti guru-guru kami, filicium memberi napas kehidupan vagi ribuan organize dan menjadi tonggak penting mata rantai ekosistem.

 

 

LATIHAN

Untuk mengetahui kemampuan Anda tentang unsur-unsur intrinsik novel yang dibaca, jawablah soal-soal  berikut!

1.    Apa tema yang menonjol dari kutipan novel tersebut? Sertakan dengan alasan yang logis!

2.    Siapa saja tokoh-tokoh yang terlibat dalam novel tersebut?

3.    Bagaimana watak masing-masing tokoh dalam kutipan novel tersebut? Buktikan dengan kutipan!

4.    Bagaimana alur dalam kutipan novel tersebut? Sertakan dengan alasan yang logis!

5.    Jelaskan latar yang terdapat dalam kutipan novel tersebut (waktu, tempat dan suasana)!

6.    Bagaimana sudut pandang kutipan novel tersebut? Sertakan dengan alasan yang logis!

7.    Sebutkan amanat yang terdapat dalam kutipan novel tersebut, buktikan dengan kutipan!

8.    Jelaskan gaya bahasa dan gaya bercerita dalam kutipan novel tersebut!

 

KEGIATAN 2

Menganalisis Unsur Kebahasaan Novel

Pada kegiatan sebelumnya, Anda sudah belajar menganalisis unsur-unsur intrinsik novel. Pada kegiatan kali ini, Anda akan mempelajari unsur-unsur kebahasaan yaitu gaya bahasa atau majas

Bacalah kutipan novel berikut dan analisislah gaya bahasanya!

. . .

Lintang memasuki suatu tahap kreatif yang melibatkan intuisi dan pengembangan pemikiran divergen yang orisinal. Ia menggali rasa ingin tahunya dan tak henti mencoba-coba. Indikasi kegeniusannya dapat dilihat dari kefasihannya dalam berbahasa numerik, yaitu ia terampil memproses sebuah pernyataan matematis mulai dari hipotesis sampai pada kesimpulan. Ia membuat penyangkalan berdasarkan teorema, bukan hanya berdasarkan pembuktian kesalahan, apalagi simulasi. Dalam usia muda dia telah memasuki area yang amat teoretis, cara berpikirnya mendobrak, mengambil risiko, tak biasa, dan menerobos. Setiap hari kami merubungnya untuk menemukan kejutan-kejutan pemikirannya.

Baru naik ke kelas satu SMP, ketika kami masih pusing tujuh keliling memetakan absis dan ordinat pada produk cartesius dalam topik relasi himpunan sebagai dasar fungsi linear, Lintang telah mengutak-atik materi-materi untuk kelas yang jauh lebih tinggi di tingkat lanjutan atas bahkan di tingkat awal perguruan tinggi seperti implikasi, biimplikasi, filosofi Pascal, binomial Newton, limit, diferensial, integral, teori-teori peluang, dan vektor. Ketika kami baru saja mengenal dasar-dasar binomial ia telah beranjak ke pengetahuan tentang aturan multinomial dan teknik eksploitasi polinomial, ia mengobrak-abrik pertidaksamaan eksponensial, mengilustrasikan grafik-grafik sinus, dan membuat pembuktian sifat matematis menggunakan fungsi-fungsi trigonometri dan aturan ruang tiga dimensi.

Suatu waktu kami belajar sistem persamaan linier dan tertatih-tatih mengurai-uraikan kasusnya dengan substitusi agar dapat menemukan nilai sebuah variabel, ia bosan dan menghambur ke depan kelas, memenuhi papan tulis dengan alternatif-alternatif solusi linier, di antaranya dengan metode eliminasi Gaus-Jordan, metode Crammer, metode determinan, bahkan dengan nilai Eigen. Setelah itu Lintang mulai menggarap dan tampak sangat menguasai prinsip-prinsip penyelesaian kasus nonlinier. Ia dengan amat lancar menjelaskan persamaan multivariabel, mengeksploitasi rumus kuadrat, bahkan menyelesaikan operasi persamaan menggunakan metode matriks! Padahal dasar-dasar matriks paling tidak bam dikhotbahkan para guru pada kelas dua SMA. Yang lebih menakjubkan adalah semua pengetahuan itu ia pelajari sendiri dengan membaca bermacarn-macam buku milik kepala sekolah kami jika ia mendapat giliran tugas menyapu di ruangan beliau. Ia bersimpuh di balik pintu ayun, semacam pintu koboi, menekuni angka-angka yang bicara, bahkan dalam buku-buku berbahasa Belanda. Ia memperlihatkan bakat kalkulus yang amat besar dan keahliannya tidak hanya sebatas menghitung guna menemukan solusi, tapi ia memahami filosofi operasi-operasi matematika dalam hubungannya dengan aplikasi seperti yang dipelajari para mahasiswa tingkat lanjut dalam subjek metodologi riset. Ia membuat hitungan yang iseng namun cerdas mengenai berapa waktu yang dapat dihemat atau berapa tambahan surat yang dapat diantar per hari oleh Tuan Pos jika mengubah rate antarnya. Ia membuat perkiraan ketahanan benang gelas dalam adu layangan untuk berbagai ukuran nilon berdasarkan perkiraan kekuatan angin, ukuran layangan, dan panjang benang. Rekomendasinya menyebabkan kami tak pernah terkalahkan.

Prediksinya tak pernah meleset dalam menghitung waktu kuncup, bersemi, dan mati untuk bunga red hot cat tail dengan meneliti kadar pupuk, suplai air, dan sinar matahari. Ia mengompilasi dengan cermat tabel pengamatan distribusi durasi, frekuensi, dan waktu curah hujan lalu menghitung rata-rata, variansi, dan koefisien korelasi dalam rangka memperkirakan berapa kali Pak Harfan bolos karena bengek sehingga kami terbebas dari pelajaran kemuhammadiyahan. Ajaibnya setelah sekian lama, jumlah hari bolos karena bengek itu menunjukkan pola yang konsisten terhadap fungsi hujan dan lebih ajaib lagi Lintang mampu membuat persentase bias dugaannya.

Lintang bereksperimen merumuskan metode jembatan keledainya sendiri untuk pelajaran-pelajaran hafalan. Biologi misalnya. Ia menciptakan sebuah konfigurasi belajar metabolisme dengan merancang kelompok sistem biologis mulai dari sistem alat tubuh, pernapasan, pencernaan, gerak, sampai sistem saraf dan indra, baik untuk manusia, vertebrata, maupun avertebrata, sehingga mudah dipahami.

Maka jika kita tanyakan padanya bagaimana seekor cacing melakukan hajat kecilnya, siap-siap saja menerima penjelasan yang rapi, kronologis, terperinci, dan sangat cerdas mengenai cara kerja rambut getar di dalam sel-sel api, lalu dengan santai saja, seumpama seekor monyet sedang mencari kutu di punggung pacarnya, ia akan membuat analogi buang hajat cacing itu pada sistem ekskresi protozoa dengan anatomi vakuola kontraktil yang rumit itu, bahkan jika tidak distop, ia akan dengan senang hati menjelaskan fungsi-fungsi korteks, simpai bowman, medulla, lapisan malpigi, dan derails dalam sistem ekskresi manusia. Karena bagi Lintang, melalui desain jembatan keledainya tadi, benda-benda hafalan ini dengan mudah dapat ia kuasai, satu malam saja, sekali tepuk.

….

Laskar Pelangi Andrea Hirata

 

LATIHAN

Setelah selesai membaca kutipan novel tersebut, apakah Anda sudah menemukan unsur kebahasaannya? Untuk mengetahui pemahaman Anda tentang unsur kebahasaan. Tuliskan hasil temuan Anda pada lembar kerja berikut!

Unsur kebahasaan kutipan novel Laskar Pelangi:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

C.   Menyajikan Hasil Interpretasi Pandangan Pengarang Novel

Setelah mempelajari materi ini, Anda diharapkan mampu:

·  menemukan pandangan pengarang dalam novel;

·  menyajikan interpretasi pandangan pengarang novel.

                               

KEGIATAN 1

Menemukan Pandangan Pengarang dalam Novel

Sebelumnya Anda sudah membaca beberapa kutipan novel. Apa yang Anda temukan dalam kutipan-kutipan tersebut? Bagaimana pandangan pengarang dalam novel tersebut? Untuk mengetahui pandangan pengarang  dalam novel tersebut dengan baik, Anda harus membaca novel tersebut secara utuh. Setelah itu barulah Anda bisa menemukan pandangan pengarang dalam novel tersebut dengan baik.

LATIHAN

Pada kegiatan ini, Anda diharapkan bisa menemukan pandangan pengarang dalam novel Harimau! Harimau!. Untuk mempermudah pekerjaan Anda. Buatlah tabel seperti berikut di buku tugas Anda dan tuliskan hasil kerja Anda pada tabel tersebut!!

Tabel Pandangan Pengarang Novel

Aspek kehidupan

Pandangan Pengarang

Sosial

 

 

 

Agama

 

 

 

Budaya

 

 

 

Pendidikan

 

 

 

 

KEGIATAN 2

Menyajikan Hasil Interpretasi Pandangan Pengarang

Setelah Anda menemukan pandangan pengarang terhadap beberapa aspek kehidupan dalam novel Laskar Pelangi,  buatlah kelompok yang beranggotakan 3-4 orang, diskusikan temuan-temuan  tersebut bersama anggota kelompok kemudian tuliskan hasil diskusi kelompok menjadi beberapa paragraf, kalian dapat mengambil kutipan pada novel tersebut untuk memperkuat pendapat kelompok tentang pandangan pengarang yang ditemukan. Kalian dapat mengerjakan di buku tugas atau di lembar kerja kelompok.

 

D.   Merancang Novel

Setelah mempelajari materi ini, Anda diharapkan mampu:

·  merancang novel dengan memperhatikan isi;

·  merancang novel dengan memerhatikan unsur kebahasaan;

·  menulis novel dengan memperhatikan isi dan unsur kebahasaan

Merancang novel adalah aspek keterampilan yang harus terlebih dahulu dikuasai dalam kegiatan menulis novel. Dalam kegiatan merancang novel, Anda harus memerhatikan isi dan aspek kebahasaan seperti yang sudah dipelajari pada kegiatan sebelumnya.

KEGIATAN 1

Merancang Novel dengan Memperhatikan Isi

Dalam kegiatan merancang novel, terlebih dahulu Anda harus memahami isi dari sebuah novel, isi sebuah novel biasanya tertuang dalam unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam sebuah novel. Unsur-unsur tersebut adalah; tema, tokoh, alur, latar, sudut pandang, amanat dan gaya.

Sebelum Anda merancang sebuah novel, Anda harus menentukan tujuan dari penulisan novel tersebut. Hal ini terkait dengan visi dan misi dari penulisan novel.

Berikut langkah-langkah membuat rancangan novel:

1.    Menentukan tema

Tema dalam sebuah rancangan novel adalah dasar atau landasan seorang pengarang dalam menulis novel. Tema novel biasanya berupa kata atau frasa. Contoh tema : pendidikan, cinta, agama dll

2.    Menentukan tokoh

Setelah menentukan tema novel, tentu Anda sudah mempunyai gambaran singkat tentang isi cerita yang akan ditulis. Berdasarkan gambaran tersebut Anda tentukan tokoh-tokoh yang nantinya akan membangun cerita Anda. Menentukan tokoh tersebut berdasarkan jenis kelamin, usia, bentuk tubuh, dll.

3.    Penokohan

Penokohan dalam rancangan novel adalah pemberian watak terhadap tokoh yang sudah dibuat. Setelah menentukan tokoh, perlu juga Anda tentukan watak dari tokoh-tokoh tersebut. Tujuannya agar dalam penyampaian ceritanya nanti penulis konsisten terhadap karakter tokoh yang sudah dirumuskan sebelumnya.

4.    Menentukan alur

Penentuan alur ini sangat penting dalam menulis sebuah novel. Memilih alur yang sesuai dengan cerita tentu akan berdampak terhadap minat pembaca setelah novel dipublikasikan. Alur yang baik adalah alur yang tidak ditebak oleh pembaca tetapi memberikan kejutan kepada pembaca. Anda bisa menggunakan alur maju, alur mundur atau alur campuran.

5.    Menentukan latar

Latar dalam cerita harus logis dengan cerita yang disampaikan dalam novel. Dalam menentukan latar seorang penulis tidak harus menyampaikan secara blakblakan tentang latar waktu, tempat atau suasana dalam cerita. Penulis bisa menyampaikannya dengan tersirat agar pembaca berimajinasi.

6.    Menentukan sudut pandang

Penentuan sudut pandang dalam sebuah novel tergantung pada cerita yang akan disampaikan oleh penulis. Anda bisa menggunakan sudut pandang orang pertama atau sudut pandang orang ke tiga.

TUGAS

Buatlah rancangan novel seperti tabel berikut di buku tugas!

Tema

 

 

 

 

Tokoh

 

 

 

 

Penokohan

 

 

 

 

Alur

 

 

 

 

Latar

 

 

 

 

Sudut pandang

 

 

 

 

 

KEGIATAN 2

Merancang novel dengan memerhatikan unsur kebahasaan

Setelah menyelesaikan tugas pada kegiatan 1 buatlah gambaran singkat isi cerita menjadi beberapa paragraf!

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KEGIATAN 3

Menulis Novel dengan Memperhatikan Isi dan Unsur Kebahasaan

Setelah membuat gambaran singakt isi cerita dalam beberapa paragraf. Kembangkanlah  ide-ide cerita yang sudah Anda buat menjadi sebuah novel dengan memerhatikan teknik penceritaan yang menarik!

Menurut Sudjiman (1992: 91-101), terdapat beberapa teknik penceritaan yaitu teknik pemandangan (panoramic/pictrial technique), teknik adegan (scenic technique), teknik montase, teknik kolase, dan teknik asosiasi.

1.    Teknik pemandangan

Teknik pemandangan umumnya lebih jelas dan terinci memberitahukan waktu dan tempat cerita, serta membangun konteks tindakan dan kejadian yang dikisahkan.

2.    Teknik adegan

Teknik adegan umumnya menyajikan cerita dengan menyajikan adegan  atau peristiwa dengan latar fisik yang jelas. Pembaca akan merasakan bahwa dia terlibat dalam cerita dan peristiwa yang dikisahkan.

3.    Teknik montase

Teknik montase yakni teknik penceritaan dengan cara memotong-motong cerita sehingga akan menghasilkan cerita yang terputus-putus. Pembaca, kadang-kadang merasa pusing atas kekacauan cerita yang tidak logis dan sistematis yang memang disengaja oleh penceritanya.

4.    Teknik kolase

Teknik kolase adalah teknik penyajian cerita yang sarat dengan kutipan dari karya sastra yang lain. Kadang-kadang cerita terpotong-potong dan tidak berhubungan karena adanya penempelan kutipan karya lain.  Teknik asosiasi adalah teknik penceritaan dengan cara mengasosiasikan dengan hal lain yang bertautan atau berhubungan. Asosiasi dapat terbentuk dalam diri tokoh, pembaca, atau pencerita.

5.    Teknik Asosiasi

Teknik asosiasi adalah teknik penceritaan dengan cara mengasosiasikan dengan hal lain yang bertautan/berhubungan. Asosiasi dapat terbentuk dalam diri tokoh, pembaca, atau pencerita.

 


RANGKUMAN

1.    Novel merupakan karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekitarnya serta menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.

2.    Nilai-nilai yang terdapat dalam novel adalah nilai, sosial, budaya, moral, agama, pendidikan, politik dll..

3.    Unsur intrinsik novel meliputi:

a.    Tema adalah pokok pikiran atau dasar sebuah cerita

b.    Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami berbagai peristiwa dalam suatu cerita

c.    Alur adalah rangkaian peristiwa dalam suatu cerita

d.    Latar adalah keterangan-keterangan dalam suatu cerita (tempat, waktu, suasana dan peristiwa)

e.    Sudut pandang adalah cara pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan dalam cerita

f.      Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca atau pendengar melaui karyanya.

g.    Gaya adalah cara pengarang menampilkannya dengan menggunakan media bahasa yang indah, harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca. Gaya meliputi gaya bahasa dan gaya bercerita.